Guruh Gipsy adalah sebuah nama judul album eksperimental, yang merupakan proyek kolaborasi antara Guruh Soekarnoputra dengan grup musik Gipsy. Meskipun hanya sempat merilis satu album, namun proyek kolaborasi tersebut menjadi sangat penting peranannya dalam dunia musik Indonesia. Dikatakan penting karena pencapaian musiknya yang terbilang luar biasa dan tentunya dengan kerja yang sangat keras, contoh pada lagu "Chopin Larung", terlihat bagaimana kepiawaian Guruh dalam mencipta dan pemahamannya untuk menyatukan kedua harmonisasi dari kedua sisi budaya yang berbeda tanpa menghilangkan sisi mistis dari suara-suara gamelan asli Indonesia yang bercampur dengan harmonisasi klasik Eropa tersebut.
Guruh, yang anak ke lima dari perkawinan Soekarno dan Fatmawati ini, memang semenjak kecil telah memiliki darah seni yang sangat kuat. Tidak seperti kakaknya, Megawati, yang lebih memilih berpolitik dan kemudian menjadi Presiden Indonesia. Guruh mengejar mimpi-mimpinya dalam seni termasuk musik dan koreografi. Ia kemudian mendirikan kelompok sendiri yang meliputi kelompok musik dan tari yang disebut "Swaramaharddika" yang sangat terkenal pada tahun 70-an.
Pada dasarnya Gipsy adalah sebuah kelompok musik yang anggotanya adalah Nasution bersaudara: Gauri Nasution, Keenan Nasution, Odink Nasution, dan Deby Nasution. Sebelumnya Gipsy didirikan pada tahun 1966 dengan nama Sabda Nada dengan anggota: Ponco Sutowo, Gauri Nasution, Joe-Am, Eddy, Edit, Roland dan Keenan Nasution. Pada tahun 1969, Gipsy berubah formasi menjadi: Keenan Nasution, Gauri Nasution, Chrisye, Tammy Daud, Onan Susilo dan Atut Harahap. Pada tahun 1973 Gipsy pernah bertolak menuju New York bermain di Resaturan Ramayana milik Pertamina dengan perubahan formasi menjadi: Chrisye (bass), Keenan Nasution (drum), Gauri Nasution (gitar), Adjie Bandy (biola), Rully Djohan (keyboards) dan Lulu Soemaryo (saxophone).
Mereka sangat akrab dengan musik Bali, bahkan pada awal tahun 70-an, mereka pernah tampil manggung di Bank Indonesia dengan menampilkan musik barat yang dipadukan dengan musik Bali, berkolaborasi dengan kelompok gamelan yang dipimpin oleh Wayan Suparta Wijaya. Upaya kolaboratif yang disebut Guruh Gipsy dibuat dengan semangat yang kuat, mungkin karena Guruh ingin berkesperiman menggabungkan musik etnis Bali yang berdasarkan skala pentatonis dan musik barat yang didasarkan pada skala diatonis. Upaya ini membutuhkan waktu selama kurang lebih enam belas bulan dari awal mereka berlatih. Waktu yang digunakan oleh Guruh untuk berbagai kegiatan rekaman tersebut sangatlah padat. Mulai dari pembiayaan proyek, penjadwalan dengan studio, yang waktu itu hanya memiliki sistem rekaman 16-track, yaitu studio Tri Angkasa, dan menyusun musik bersama Keenan Nasution (drum), Odink Nasution (gitar), Abadi Soesman (keyboard), Roni Harahap (piano / organ), dan Chrisye (vokal). Rekaman memakan waktu kurang lebih selama 52 hari.
Harry Roesli dan berbagai nama lainnya pernah melakukan hal yang sama. Bahkan pada tahun itu baru saja dirilis album eksperimen "Bali Agung" yang menggabungkan musik rock dan musik tradisional Bali oleh pemusik eksperimentalis Jerman, Eberhard Schoener. Membaurkan gamelan dan musik tradisional, sebetulnya bukan sesuatu yang baru. Komposer Jean Claude Debussy pun telah melakukan hal tersebut dalam format klasik. Juga ada pemusik asal Kanada Collin McPhee yang sejak era 1930-an telah membuat komposisi yang bertumpu pada seperangkat gamelan bertajuk Tabuh-tabuhan (1934). Bahkan, Jim Morrison dengan The Doors nya, juga pernah melakukan hal serupa. Pada pada album LA Woman The Doors (1971) termasuk pula album solo Ray Manzarek bertajuk The Golden Scarab hingga Bali Agung Eberhard Schoener (1976).
Guruh
dan budaya Bali
Guruh Gipsy ternyata memiliki pesona
tersendiri, karena mereka tak hanya melakukan eksplorasi bunyi-bunyian saja
melainkan juga pada tema penulisan lirik yang memasuki wilayah kritik sosial.
Jika diamati pada sampul album Guruh Gipsy yang menampilkan kaligrafi Dasabayu,
berupa rangkaian 10 aksara Bali dengan arti dan makna tertentu pula. Yaitu I-A berarti
kejadian dan keadaan, A-Ka-Sa berarti kesendirian dan kekosongan, Ma-Ra berarti
baru, La-Wa berarti kebenaran dan Ya-Ung berarti sejati.[1]
Mitosnya, kombinasi ke 10 aksara itu
pada zaman dahulu kala oleh orang Bali diyakini memberikan tuah. Dan gabungan aksara Bali itu sepenuhnya diterjemahkan sebagai suatu keadaan hampa
atau kosong yang nantinya akan berubah menjadi kebenaran yang hakiki. Mungkin
kita sepakat, jika menelaah lebih jauh, album Guruh Gipsy adalah sebuah
mahakarya. Sebuah karya yang menyita banyak pikiran, tenaga dan pengorbanan
dalam proses penggarapannya. Album Guruh Gipsy ini hanya dicetak sebanyak 5.000
keping kaset, meski harus melalui masa penggarapan yang sangat panjang dan
melelahkan.[1]
Guruh Gipsy yang pada sampul
depannya menyertakan tagline: ‘kesepakatan dalam kepekatan‘, memulai masa
proses rekaman pada Juli tahun 1975 dan berakhir pada November tahun 1976. Tahap awal proses rekaman berlangsung dari Juli 1975 hingga Februari 1976 dan menggarap sekitar empat lagu, Geger Gelgel, Barong
Gundah, Chopin Larung serta sebuah lagu yang belum diberi judul
namun akhirnya tidak jadi dimasukkan ke dalam album.[1]
Tahap selanjutnya berlangsung selama
sebulan penuh mulai dari Mei-Juni tahun 1976 dan menghasilkan 4 lagu yaitu Smaradhana, Indonesia
Maharddhika, Janger 1897 Saka dan Chopin Larung yang harus
direkam ulang karena masalah teknis. Hal serupa juga dialami lagu-lagu lainnya
seperti pada lagu Barong dan Gundah. Hingga akhirnya tahap
terakhir berupa proses mixing yang berlangsung sekitar 5 bulan mulai dari Juli
1976 hingga November 1976.[1]
Menjelang akhir tahun 1976 album Guruh Gipsy pun dirilis. Sebuah karya eksperimen
telah lahir. Namun tak semua orang mengenal maupun menikmati karya kolosal ini,
ketika album ini dirilis ke pasaran. Namun 30 tahun kemudian, album Guruh Gipsy
menjadi album yang paling banyak dicari-cari orang. Mungkin karena faktor
kelangkaannya, album ini pun menjadi topik diskusi dari penggemar musik rock
progresif di Eropa, Jepang dan Amerika.
Bahkan beberapa radio yang memutar
dan mengapresiasikan musik rock progresif seperti yang dijumpai di Swiss, Belgia hingga Kanada memutar dan mengulas album Guruh Gipsy ini. Dari ukuran
industri album Guruh Gipsy memang tidak memenuhi target penjualan, namun dalam
pencapaian artistik album Guruh Gipsy bisa dianggap sebagai inspirasi untuk
generasi sesudahnyahnya. Persis sama dengan album Sgt Pepper’s Lonely Heart’s
Club Band nya The Beatles yang dianggap telah mencapai titik revolusi dalam musik pop.
Daftar
Lagu
- Indonesia Mahardhika
- Choping Larung
- Barong Gundah
- Geger Gelgel
- Janger 1987 Saka
- Smaradhana